Minggu, 15 Maret 2015

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK PROBLEM STRES SEKOLAH DALAM PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
                                    
Sekolah mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan dan perkembangan peserta didik. Sekolah dipandang dapat memenuhi beberapa kebutuhan peserta didik dan menentukan kualitas kehidupan mereka di masa depan. Tetapi pada saat yang sama, sekolah ternyata juga dapat menjadi sumber masalah, yang pada gilirannya memicu terjadinya stres di kalangan peserta didik. Sekolah menjadi sumber utama bagi anak selain dalam keluarga. Hal ini disebabakan waktu anak lebih bnayak dihabiskan di sekolah. Disekolah anak merupakan anggota dari suatu masyarakat kecil dimana terdapat tugas-tugas yang harus diselesaikan, orang-orang yang perlu dikenal dan mengenal diri mereka, serta peraturan yang menjelaskan dan membatasi perilaku, perasaan dan sikap mereka. Peristiwa-peristiwa hidup yang dialami anak sebagai anggota masyarakat kecil yang bernama sekolah ini tidak jarang menimbulkan perasaan stres dalam diri mereka. Masa-masa sekolah merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi anak tetapi disisi lain mereka dihadapkan pada banyajk tuntutan dan perubahan cepat membuat mereka mengalami masa-masa penuh stres. Mereka dihadapkan pada pekerjaan rumah yang banyak, perubahan kurikulum yang berlangsung dengan cepat, batas waktu tugas dan ujian, kecemasan dan kebingungan dalam menentukan pilihan karier dan program pendidikan lanjutan, membagi waktu untuk mengerjakan PR, olahraga, hobi, daqn kehidupan sosial. Tidak jarang, mereka juga harus berhadapan dengan situasi konflik dengan orang tua, teman-teman, dan saudara-saudara, tuntutan untuk mengatasi suasana hati tak dapat diramalkan, perhatian tentang penampilan, pencekcokan dengan kelompok sebaya, termasuk menangani percintaan dan dorongan seksual. Masalah keuangan, seperti halnya dengan isu-isu tentang alkohol dan obat-obatan juga merupakan sumber kecemasan dikalangan remaja. Bahkan belakangan ini kekerasan didalam dan disekitar sekolah telah menjadi suatu ketakutan baru untuk menghantui anak remaja. Lebih dari semua tuntutan tersebut, mereka juga harus berhadapan dengan perubahan fisik dan emosional yang cepat dan perubahan emosional.


B.     Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, penyusun merumuskan beberapa masalah, yaitu :
1.      Apa yang dimaksud dengan problem stres sekolah dalam perkembangan peserta didik?
2.      Apa yang menjadi sumber problem stres sekolah?
3.      Bagaimana dampak yang akan terjadi dari problem stres sekolah?
4.      Bagaimana upaya untuk mengatasi problem stres sekolah yang dialami peserta didik?

C.    Tujuan Penulisan Makalah
Makalah ini mempunyai tujuan :
1.      Menjelaskan apa yang dimaksud dengan problem stres sekolah.
2.      Menjelaskan sumber dari problem stres sekolah dalam perkembangan peserta didik.
3.      Menjelaskan dampak yang akan terjadi dari problem stres sekolah.
4.      Menjelaskan upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi stres sekolah yang dialami peserta didik.

















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian problem stres sekolah dalam perkembangan peserta didik

Dalam khasanah psikologi, khususnya dalam kajian tentang stres, istilah  “stres sekolah” (school stres) merupakan istilah yang relatif baru. Dalam literatur-literatur ataupun dalam penelitian-penelitian psikologi, istilah ini belum banyak digunakan.
Stres sekolah adalah kondisi stres atau perasaan tidak nyaman yang dialami oleh siswa akibat adanya tuntutan sekolah dan perasaan yang dinilai menekan, sehingga memicu terjadinya ketegangan fisik, psikologis, dan perubahan tingkah laku, serta dapat mempengaruhi prestasi belajar mereka.
Sekolah dipandang dapat memenuhi beberapa kebutuhan peserta didik dan menentukan kualitas kehidupan mereka di masa depan. Akan tetapi di saat yang sama, sekolah ternyata juga dapat menjadi sumber masalah, yang pada gilirannya memicu terjadinya setres di kalangan peserta didik. Bahkan menurut Finian dan Cross (1987), sekolah, di samping keluarga, merupakan sumber setres yang utama bagi anak. Hal ini agaknya di mengerti, sebab anak banyak menghabiskan waktunya di sekolah. Di sekolah anak merupakan anggota dari suatu masyarakat kecil di mana terdapat tugas-tugas yang harus diselesaikan, orang-orang yang perlu dikenal dan mengenal diri mereka, serta peraturan yang menjelaskan dan membatasi perilaku, perasaan dan sikap mereka. (Desmita, 2010;288)
Setres sekolah adalah kondisi setres atau perasaan tidak nyaman yang dialami oleh siswa akibat adanya tuntutan sekolah yang dinilai menekan, sehingga memicu terjadinya ketegangan fisik, psikologis, dan perubahan tingkah laku, serta dapat mempengaruhi prestasi belajar mereka.
Stress siswa bersumber dari berbagai tuntutan sekolah. Sekolah merupakan sebuah system social (social system) dengan struktur organisasi yang kompleks. Bahkan, Arends (1998) secara tegas mengatakanbahwa sekolah dalam banyak hal memiliki kesamaan dengan organisasi-organisasi lain yang ada dalam masyarakat.
Sebagai sebuah organissi yang kompleks, sekolah memiliki sejumlah norma, nilai, peraturan, dan tuntutan yang harus dipenuhi oleh para anggotanya, termasuk oleh siswa. Ketidakmampuan siswa menyesuaikan diri dengan berbagai tuntutan sekolah tersebut akan memicu terjadinya stress. (Kiselica, dkk, 1994 dalam Desmita, 2010, 292)
Stress biasanya muncul atau terlihat padasituasi serta keadaan yang kompleks, dimana menurut suatu individu anak, dan muncul situasi-situasi yang tidak jelas. Jika dilihat dari dari konteks akademik, stress muncul ketika terlalu banyak tuntutan oleh pendidik yang tidak dapat dipahami dan dimengerti anak. Karena anak cenderung lebih suka melakukan apa yang diinginkannya tanpa memikirkan orang lain. Misalnya karena tuntutan beban tugas yang tinggi, kesukaran pada tugas tinggi, fasilitas sekolah yang kurang memandai untuk anak dapatmengoptimalkan bakatnya, atau bahkan otiritas guru, pihak sekolah maupun teman-temannya. Juga dapat pula karena keadaan sekolah maupun lingkungannya, seperti panas, bising, bau, dll.
Namun perlu dipahami bahwa stress sekolah tidak sepenuhnya bermakna negative, melainakan juga bermakna positif bagi remaja, dalam artian dapat sebagai tantangan untuk mengatasinya. Stress yang bermakna positif ini tidak membahayakan, malah sebaliknya diperlukan untuk meningkatkan kualitas diri dan perstasi belajar.
Dari urain diatas dipahami bahwa kondisi stress yang dialami siswa akibat berbagai tuntutan sekolah, tidak sepenuhnya berdampak positif. Dampak negative atau positf dari fenomena sekolah ini, tergantung pada derajat stress yang mereka alami. Apabila stress sekolah yang dialami remaja berada pada taraf yang tinggi atau sangat serius, maka kemungkinan akan membawa dampak negative bagi perkembangannya. Sebaliknya, apabila stress sekolah yang dialami siswa berada pada taraf moderat, maka dapat berdampak positif. Tinggi,moderat atau rendahnya derajat stress yang dialami oleh remaja akibat berbagai tuntutan sekolah, sangat bergantung pada nilai kognitif mereka, yaitu proses mental yang berlangsung terus menerus untuk menginterpretasikan bebagai situasi dalam interaksinya dengan individu. Siswa yang menilai tuntutan sekolah selagi hal yang sangat menekan, akan menunjukkan adanya derajat stress yang tinggi. Siswa yang menilai tuntutan sekolah itu sebagai kondisi yang tidak membahayakan, akan menunjukkan derat stress yang rendah. Tetapi, apabila siswa menilai tuntutan sekolah sebagai tantangan untuk dapat meningkatkan kualitas dirinya, akan menunjukkan derajat stress yang moderat. Agar siswa dapat menyikapi stress sekolah yang positf, menurut Anderson dan Haslam (1994), sekolah dituntut untuk dapat merancang dan melaksanakan program-program intervensi dan pelatihan stress pada siswa. (Desmita, 2010;300)
Masa-masa sekolah menegah di satu sisi merupakan suatu pengalamn yang sangat berharga bagi anak remaja, tetapi di sisi lain mereka dihadapkan pada banyak tuntutan dan perubahan cepat yang membuat mereka mengalami masa-masa yang penuh stress. Mereka dihadapkan pada pekerjaan rumah yang banyak, perubahan kurikulum yang berlangsung dengan cepat, bataswaktu tugas dan ujian, kecemasan dan kebingungan dalam menentukan pilihan karier dan program pendidikan lanjutan dalam mentukan pilihan karier dan program pendidikan lanjutan, membagi waktu untuk mengerjakan PR, olahraga, hobi, dan kehidupan social. Tidak jarang mereka juga harus berhadapan dengan situasi konflik dengan orang tua, teman-teman, dan saudara-saudara; tuntutan untuk mengatasi suasana hati tidak dapat diramalkan, perhatian tentang penampilan, percekcokan dengan teman sebaya, termasuk menangani percintaan dan dorongan seksual. Masalah keuangan, seperti halnya dengan isu-isu tentang alcohol. Bahkan belakangan ini kekerasan di dalam dan sekitar sekolah telah menjadi suatu ketakutan baru yang menghantui anak remaja. Lebih dari semua tuntutan tersebut, mereka juga harus berhadapan dengan perubahan fisik dan emosional yang cepat dan perubahan emosional.
Fenomena stress sekolah yang dirasakan oleh siswa ini telah banyak disadari dan menjadi wilayah perhatian yang luas di kalangan ilmuan, peneliti, pendidik, dan penganbil kebijakan (pemerintah) di berbagai nrgara. Kesadaran bahwa sekolah menjadi sumber stress di kalangan siswa, agaknya juga terjadi di Indonesia. Kesadaran ini, di antara terlihatdari ungkapan Abdul Malik Fadjar, Menteri Pendidikan Nasional cabinet Gotong Royong, yang menyatakan, lembaga pendidikan atau sekolah harus memiliki konsep belajar yang menyenangkan, agar dapat mencerdaskan siswa dan tidak membuatnya stress (Kompas, 2001). Pernyataan Abdul Malik Fadjar tersebut, secara tidak langsung dapat diraskaan sebagai cerminan kesadaran tokoh pendidikan sekaligus pemerintah terhadap fenomena stress yang dialami oleh iswa di sekolah. Sekolah-sekolah telah menjadi sebuah lembaga yang menakutkan dan menimbulkan perasaan tertekan bagi siswa. Siswa merasakan betapa belajar di sekolah merupakan suatu proses beraty yang mengalami stress dan frustasi. Secara psikodinamik, stress dan frustasi ini bisa ikutmengakari berbagai letupan problem lain, semisal tawuran kelompok-kelompok pelajar dan kerentanan tinggi untuk menyalahgunaan narkotika serta zat adiktif di kalangan pesertadidik (Sutanto, 2001)
Konsep Stress Sekolah
Dalam khasanah psikologis, khususnya dalam kajian tentang stress, istilah “stress-sekolah” merupakan istilah yang relative baru. Dalam literature-literatur ataupun dalam penelitian-penelitian psikologi, istilah ini belum banyak digunakan. Bahkan dalam berbagai kamus, ensiklopedia dan handbook setiap cabang psikologi, tidak ditemukan istilah “school-stress”


B.     Sumber problem stres sekolah

Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa stres siswa bersumber dari berbagai tuntutan sekolah. Sekolah merupakan sebuah sistem sosial dengan struktur organisasi yang kompleks. Arends (1998)  secara tegas mengatakan bahwa sekolah dalam banyak hal memiliki kesamaan dengan organisasi-organisasi lain yang ada dalam masyarakat.
Sebagai sebuah organisasi sosial yang kompleks, sekolah memiliki sejumlah norma, nilai, peraturan, dan tuntutan yang harus dipenuhi oleh para angootanya, termasuk oleh siswa. Sistem norma, nilai, peraturan, dan tuntutan sekolah tersebut mempunyai dampak yang besar terhadap penyesuaian akademik dan sosial siswa (Brand, dkk., 2003). Ketidakmampuan siswa menyesuaikan diri dengan berbagai tuntutan sekolah tersebut akan memicu terjadinya stres.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa stres yang dialami oleh siswa bersumber dari berbagai tuntutan sekolah. Desmita (2005) Mengidentifikasi adanya empat tuntutan sekolah yang dapat menjadi sumber stres bagi siswa, yaitu phyysical demands, task demands role demands, dan interpersonal demands.

Desmita(2005)mengidentifikasikanada 4 tuntutan sekolah yang dapat menjadi sumber stres, yaitu :
1.      Physical demands (tuntutanfisik)
Physical demands maksudny adalah stress siswa yang bersumber dari lingkungan fisiksekolah.

2.      Task demands(tuntutantugas)
Adanyatuntutantugassekolahini di satusisimerupakanaktivitassekolah yang sangatbermanfaatbagiperkembangandankemajuansiswa,namundisisi lain tidakjarangtuntutantugastersebutmenimbulkanperasaantertekandankecemasa

3.      Role demands(tuntutanperan)
Tuntutan peran secara tipikal berkaitan dengan harapan tingkahlaku yang dikomunikasikan oleh pihaksekolah, orangtua dan masyarakat kepada siswa. Harapan peranini dapat menjadi salahsatu sumber stress bagi siswa ,terutama ketika ia merasa tidak mampu memenuhi harapan-harapan peran tersebut.


4.      Interpersonal demands(tuntutan interpersonal)
Rice(1999) secara garis besa rmembedakan 2 tipologi sumber stress sekolah:
a.personal social stressor, adalah stress siswa yang bersumber dari diri dan lingkungan social

b.akademic stressor adalah stress siswa yang bersumber dari proses belajar mengajar atau hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan belajar.
Stress yang dialamiolehsiswabiasanyajugadisebabkanoleh:
a.Tekanan orang tua
b.Tekanan guru
c.Tekanandarisesamsiswa
d.Tekanandaridirisendiri


C.Dampak stress sekolah

Stressekolahmempunyaidampakterhadapkehidupanpribadianak,baiksecarafisik,psikologismaupunsecarapsikososial.
Anak yang mengalamitingkat stress tinggi dapat menimbulkan kemunduran prestasi, perilaku maladaptif, dan berbagai problem psikososiallainya. Sedang anak yang mengalami tingkat stress sedang malah dapat meningkatkan kesadaran, kesiapan dan prestasi.

D.Upayamengatasi problem stress sekolah yang dialami peserta didik

Dalam upaya menanggulangi atau menangani kondisi stress peserta didik, sekolah sebagai institusi pendidikan mempunyai peran yang sangat penting. Berikut ini akan dikemukakan beberapa upaya yang dapatdilakukan guru dalam mengatasi stress yang dialami peserta didik:
1.Menciptakan iklimsekolah yang kondusif  Sejumlah pemikir dan praktisi dunia pendidikan kontemporer (seperti,hanuhek,1995,Bobbi de porter,2001,Hoy dan miskel,2001,sockney,2004 )menyarankan kepada pihak sekolah agar mampu menciptakan iklim sekolah sehat dan menyenangkan, yang memungkinkan siswa dapat menjalin interaksi social secara memadai di lingkungan sekolah. Iklim sekolah yang sehat, disamping dibutuhkan untuk membangkitkan motivasi belajar siswa, juga diperlukan untuk mengantisipasi timbulnya perasaan tidak nyaman dan stress dalam diri siswa, yang pada giliranya akan mempengaruhi prestasi belajar mereka.

2.Melaksanakan program pelatihan penanggulangan stress
Kondisi stress yang dialami peserta didik disekolah dapat diatasi oleh guru dengan melaksanakan program pelatihan inokulasi stress. Inokulasi stress merupakan salah satu strategi atau tekhnik kognitif-perilaku dalam program-program terapi konseling. Dengan pemberian inokulasi stress, memungkinkan peserta didik untuk menghadapi situasi-situasi yang stress full disekolah dengan cara-cara penanganan yang lebihrasional. Disamping itu, melalui training inokulasi stress, peserta didik juga dapat meningkatkan ketrampilan-ketrampilan penyesuaian psikososial, hingga lebih mampu menjalin hubungan interpersonal secara memuaskan.

3.Mengembangkan resiliensi peserta didik Resiliensi merupakan kemampuan atau kapasitas insani yang dimiliki peserta didik yang memungkinkanya untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan dan bahkan menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan atau bahkan mengubah kondisi kehidupan yang menyengsarakan menjadi suatuhal yang wajar untuk diatasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar