BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekolah mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan
dan perkembangan peserta didik. Sekolah dipandang dapat memenuhi beberapa
kebutuhan peserta didik dan menentukan kualitas kehidupan mereka di masa depan.
Tetapi pada saat yang sama, sekolah ternyata juga dapat menjadi sumber masalah,
yang pada gilirannya memicu terjadinya stres di kalangan peserta didik. Sekolah
menjadi sumber utama bagi anak selain dalam keluarga. Hal ini disebabakan waktu
anak lebih bnayak dihabiskan di sekolah. Disekolah anak merupakan anggota dari
suatu masyarakat kecil dimana terdapat tugas-tugas yang harus diselesaikan,
orang-orang yang perlu dikenal dan mengenal diri mereka, serta peraturan yang
menjelaskan dan membatasi perilaku, perasaan dan sikap mereka.
Peristiwa-peristiwa hidup yang dialami anak sebagai anggota masyarakat kecil
yang bernama sekolah ini tidak jarang menimbulkan perasaan stres dalam diri
mereka. Masa-masa sekolah merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi anak
tetapi disisi lain mereka dihadapkan pada banyajk tuntutan dan perubahan cepat
membuat mereka mengalami masa-masa penuh stres. Mereka dihadapkan pada
pekerjaan rumah yang banyak, perubahan kurikulum yang berlangsung dengan cepat,
batas waktu tugas dan ujian, kecemasan dan kebingungan dalam menentukan pilihan
karier dan program pendidikan lanjutan, membagi waktu untuk mengerjakan PR,
olahraga, hobi, daqn kehidupan sosial. Tidak jarang, mereka juga harus
berhadapan dengan situasi konflik dengan orang tua, teman-teman, dan
saudara-saudara, tuntutan untuk mengatasi suasana hati tak dapat diramalkan,
perhatian tentang penampilan, pencekcokan dengan kelompok sebaya, termasuk
menangani percintaan dan dorongan seksual. Masalah keuangan, seperti halnya
dengan isu-isu tentang alkohol dan obat-obatan juga merupakan sumber kecemasan
dikalangan remaja. Bahkan belakangan ini kekerasan didalam dan disekitar
sekolah telah menjadi suatu ketakutan baru untuk menghantui anak remaja. Lebih
dari semua tuntutan tersebut, mereka juga harus berhadapan dengan perubahan
fisik dan emosional yang cepat dan perubahan emosional.
B.
Rumusan
Masalah
Dalam makalah ini,
penyusun merumuskan beberapa masalah, yaitu :
1.
Apa yang dimaksud dengan
problem stres sekolah dalam perkembangan peserta didik?
2.
Apa yang menjadi sumber
problem stres sekolah?
3.
Bagaimana dampak yang akan
terjadi dari problem stres sekolah?
4.
Bagaimana upaya untuk
mengatasi problem stres sekolah yang dialami peserta didik?
C.
Tujuan
Penulisan Makalah
Makalah
ini mempunyai tujuan :
1. Menjelaskan
apa yang dimaksud dengan problem stres
sekolah.
2. Menjelaskan
sumber dari problem stres sekolah dalam perkembangan
peserta didik.
3. Menjelaskan
dampak yang akan terjadi dari problem stres sekolah.
4. Menjelaskan
upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi
stres sekolah yang dialami peserta didik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian problem stres sekolah dalam perkembangan
peserta didik
Dalam khasanah psikologi,
khususnya dalam kajian tentang stres, istilah
“stres sekolah” (school stres) merupakan istilah yang relatif
baru. Dalam literatur-literatur ataupun dalam penelitian-penelitian psikologi,
istilah ini belum banyak digunakan.
Stres sekolah adalah kondisi
stres atau perasaan tidak nyaman yang dialami oleh siswa akibat adanya tuntutan
sekolah dan perasaan yang dinilai menekan, sehingga memicu terjadinya
ketegangan fisik, psikologis, dan perubahan tingkah laku, serta dapat
mempengaruhi prestasi belajar mereka.
Sekolah dipandang dapat memenuhi
beberapa kebutuhan peserta didik dan menentukan kualitas kehidupan mereka di
masa depan. Akan tetapi di saat yang sama, sekolah ternyata juga dapat menjadi
sumber masalah, yang pada gilirannya memicu terjadinya setres di kalangan
peserta didik. Bahkan menurut Finian dan Cross (1987), sekolah, di samping
keluarga, merupakan sumber setres yang utama bagi anak. Hal ini agaknya di
mengerti, sebab anak banyak menghabiskan waktunya di sekolah. Di sekolah anak
merupakan anggota dari suatu masyarakat kecil di mana terdapat tugas-tugas yang
harus diselesaikan, orang-orang yang perlu dikenal dan mengenal diri mereka,
serta peraturan yang menjelaskan dan membatasi perilaku, perasaan dan sikap
mereka. (Desmita, 2010;288)
Setres sekolah adalah kondisi setres
atau perasaan tidak nyaman yang dialami oleh siswa akibat adanya tuntutan
sekolah yang dinilai menekan, sehingga memicu terjadinya ketegangan fisik,
psikologis, dan perubahan tingkah laku, serta dapat mempengaruhi prestasi
belajar mereka.
Stress siswa bersumber dari berbagai
tuntutan sekolah. Sekolah merupakan sebuah system social (social system) dengan
struktur organisasi yang kompleks. Bahkan, Arends (1998) secara tegas
mengatakanbahwa sekolah dalam banyak hal memiliki kesamaan dengan
organisasi-organisasi lain yang ada dalam masyarakat.
Sebagai sebuah organissi yang
kompleks, sekolah memiliki sejumlah norma, nilai, peraturan, dan tuntutan yang
harus dipenuhi oleh para anggotanya, termasuk oleh siswa. Ketidakmampuan siswa
menyesuaikan diri dengan berbagai tuntutan sekolah tersebut akan memicu
terjadinya stress. (Kiselica, dkk, 1994 dalam Desmita, 2010, 292)
Stress biasanya muncul atau terlihat
padasituasi serta keadaan yang kompleks, dimana menurut suatu individu anak,
dan muncul situasi-situasi yang tidak jelas. Jika dilihat dari dari konteks
akademik, stress muncul ketika terlalu banyak tuntutan oleh pendidik yang tidak
dapat dipahami dan dimengerti anak. Karena anak cenderung lebih suka melakukan
apa yang diinginkannya tanpa memikirkan orang lain. Misalnya karena tuntutan
beban tugas yang tinggi, kesukaran pada tugas tinggi, fasilitas sekolah yang
kurang memandai untuk anak dapatmengoptimalkan bakatnya, atau bahkan otiritas
guru, pihak sekolah maupun teman-temannya. Juga dapat pula karena keadaan
sekolah maupun lingkungannya, seperti panas, bising, bau, dll.
Namun perlu dipahami bahwa stress
sekolah tidak sepenuhnya bermakna negative, melainakan juga bermakna positif
bagi remaja, dalam artian dapat sebagai tantangan untuk mengatasinya. Stress
yang bermakna positif ini tidak membahayakan, malah sebaliknya diperlukan untuk
meningkatkan kualitas diri dan perstasi belajar.
Dari urain diatas dipahami bahwa
kondisi stress yang dialami siswa akibat berbagai tuntutan sekolah, tidak
sepenuhnya berdampak positif. Dampak negative atau positf dari fenomena sekolah
ini, tergantung pada derajat stress yang mereka alami. Apabila stress sekolah
yang dialami remaja berada pada taraf yang tinggi atau sangat serius, maka
kemungkinan akan membawa dampak negative bagi perkembangannya. Sebaliknya,
apabila stress sekolah yang dialami siswa berada pada taraf moderat, maka dapat
berdampak positif. Tinggi,moderat atau rendahnya derajat stress yang dialami
oleh remaja akibat berbagai tuntutan sekolah, sangat bergantung pada nilai
kognitif mereka, yaitu proses mental yang berlangsung terus menerus untuk
menginterpretasikan bebagai situasi dalam interaksinya dengan individu. Siswa
yang menilai tuntutan sekolah selagi hal yang sangat menekan, akan menunjukkan
adanya derajat stress yang tinggi. Siswa yang menilai tuntutan sekolah itu
sebagai kondisi yang tidak membahayakan, akan menunjukkan derat stress yang
rendah. Tetapi, apabila siswa menilai tuntutan sekolah sebagai tantangan untuk
dapat meningkatkan kualitas dirinya, akan menunjukkan derajat stress yang
moderat. Agar siswa dapat menyikapi stress sekolah yang positf, menurut
Anderson dan Haslam (1994), sekolah dituntut untuk dapat merancang dan
melaksanakan program-program intervensi dan pelatihan stress pada siswa.
(Desmita, 2010;300)
Masa-masa sekolah menegah di satu
sisi merupakan suatu pengalamn yang sangat berharga bagi anak remaja, tetapi di
sisi lain mereka dihadapkan pada banyak tuntutan dan perubahan cepat yang
membuat mereka mengalami masa-masa yang penuh stress. Mereka dihadapkan pada
pekerjaan rumah yang banyak, perubahan kurikulum yang berlangsung dengan cepat,
bataswaktu tugas dan ujian, kecemasan dan kebingungan dalam menentukan pilihan
karier dan program pendidikan lanjutan dalam mentukan pilihan karier dan
program pendidikan lanjutan, membagi waktu untuk mengerjakan PR, olahraga, hobi,
dan kehidupan social. Tidak jarang mereka juga harus berhadapan dengan situasi
konflik dengan orang tua, teman-teman, dan saudara-saudara; tuntutan untuk
mengatasi suasana hati tidak dapat diramalkan, perhatian tentang penampilan,
percekcokan dengan teman sebaya, termasuk menangani percintaan dan dorongan
seksual. Masalah keuangan, seperti halnya dengan isu-isu tentang alcohol.
Bahkan belakangan ini kekerasan di dalam dan sekitar sekolah telah menjadi
suatu ketakutan baru yang menghantui anak remaja. Lebih dari semua tuntutan
tersebut, mereka juga harus berhadapan dengan perubahan fisik dan emosional
yang cepat dan perubahan emosional.
Fenomena stress sekolah yang
dirasakan oleh siswa ini telah banyak disadari dan menjadi wilayah perhatian
yang luas di kalangan ilmuan, peneliti, pendidik, dan penganbil kebijakan
(pemerintah) di berbagai nrgara. Kesadaran bahwa sekolah menjadi sumber stress
di kalangan siswa, agaknya juga terjadi di Indonesia. Kesadaran ini, di antara
terlihatdari ungkapan Abdul Malik Fadjar, Menteri Pendidikan Nasional cabinet
Gotong Royong, yang menyatakan, lembaga pendidikan atau sekolah harus memiliki
konsep belajar yang menyenangkan, agar dapat mencerdaskan siswa dan tidak
membuatnya stress (Kompas, 2001). Pernyataan Abdul Malik Fadjar tersebut,
secara tidak langsung dapat diraskaan sebagai cerminan kesadaran tokoh
pendidikan sekaligus pemerintah terhadap fenomena stress yang dialami oleh iswa
di sekolah. Sekolah-sekolah telah menjadi sebuah lembaga yang menakutkan dan
menimbulkan perasaan tertekan bagi siswa. Siswa merasakan betapa belajar di
sekolah merupakan suatu proses beraty yang mengalami stress dan frustasi.
Secara psikodinamik, stress dan frustasi ini bisa ikutmengakari berbagai
letupan problem lain, semisal tawuran kelompok-kelompok pelajar dan kerentanan
tinggi untuk menyalahgunaan narkotika serta zat adiktif di kalangan
pesertadidik (Sutanto, 2001)
Konsep Stress Sekolah
Dalam khasanah psikologis, khususnya dalam kajian tentang stress,
istilah “stress-sekolah” merupakan istilah yang relative baru. Dalam
literature-literatur ataupun dalam penelitian-penelitian psikologi, istilah ini
belum banyak digunakan. Bahkan dalam berbagai kamus, ensiklopedia dan handbook
setiap cabang psikologi, tidak ditemukan istilah “school-stress”
B.
Sumber problem stres sekolah
Sebagaimana telah dijelaskan
diatas bahwa stres siswa bersumber dari berbagai tuntutan sekolah. Sekolah
merupakan sebuah sistem sosial dengan struktur organisasi yang kompleks. Arends
(1998) secara tegas mengatakan bahwa sekolah
dalam banyak hal memiliki kesamaan dengan organisasi-organisasi lain yang ada
dalam masyarakat.
Sebagai sebuah organisasi
sosial yang kompleks, sekolah memiliki sejumlah norma, nilai, peraturan, dan
tuntutan yang harus dipenuhi oleh para angootanya, termasuk oleh siswa. Sistem
norma, nilai, peraturan, dan tuntutan sekolah tersebut mempunyai dampak yang
besar terhadap penyesuaian akademik dan sosial siswa (Brand, dkk., 2003).
Ketidakmampuan siswa menyesuaikan diri dengan berbagai tuntutan sekolah tersebut
akan memicu terjadinya stres.
Dengan demikian dapat dipahami
bahwa stres yang dialami oleh siswa bersumber dari berbagai tuntutan sekolah.
Desmita (2005) Mengidentifikasi adanya empat tuntutan sekolah yang dapat
menjadi sumber stres bagi siswa, yaitu phyysical demands, task demands role
demands, dan interpersonal demands.
Desmita(2005)mengidentifikasikanada
4 tuntutan sekolah yang dapat menjadi sumber stres, yaitu :
1.
Physical
demands (tuntutanfisik)
Physical demands maksudny adalah stress siswa yang bersumber
dari lingkungan fisiksekolah.
2. Task demands(tuntutantugas)
Adanyatuntutantugassekolahini di
satusisimerupakanaktivitassekolah yang
sangatbermanfaatbagiperkembangandankemajuansiswa,namundisisi lain
tidakjarangtuntutantugastersebutmenimbulkanperasaantertekandankecemasa
3. Role demands(tuntutanperan)
Tuntutan peran secara tipikal berkaitan dengan harapan
tingkahlaku yang dikomunikasikan oleh pihaksekolah, orangtua dan masyarakat
kepada siswa. Harapan peranini dapat menjadi salahsatu sumber stress bagi siswa
,terutama ketika ia merasa tidak mampu memenuhi harapan-harapan peran tersebut.
4. Interpersonal demands(tuntutan
interpersonal)
Rice(1999) secara garis besa rmembedakan 2 tipologi sumber
stress sekolah:
a.personal social stressor, adalah stress siswa yang bersumber dari diri dan lingkungan social
a.personal social stressor, adalah stress siswa yang bersumber dari diri dan lingkungan social
b.akademic stressor adalah stress siswa yang bersumber dari proses belajar mengajar atau hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan belajar.
Stress yang dialamiolehsiswabiasanyajugadisebabkanoleh:
a.Tekanan orang tua
b.Tekanan guru
c.Tekanandarisesamsiswa
d.Tekanandaridirisendiri
d.Tekanandaridirisendiri
C.Dampak stress sekolah
Stressekolahmempunyaidampakterhadapkehidupanpribadianak,baiksecarafisik,psikologismaupunsecarapsikososial.
Anak yang mengalamitingkat stress tinggi dapat menimbulkan kemunduran
prestasi, perilaku maladaptif, dan berbagai problem psikososiallainya. Sedang anak
yang mengalami tingkat stress sedang malah dapat meningkatkan kesadaran, kesiapan
dan prestasi.
D.Upayamengatasi problem stress sekolah yang dialami peserta
didik
Dalam upaya menanggulangi atau menangani kondisi stress peserta didik, sekolah sebagai institusi pendidikan mempunyai peran yang sangat penting. Berikut ini akan dikemukakan beberapa upaya yang dapatdilakukan guru dalam mengatasi stress yang dialami peserta didik:
Dalam upaya menanggulangi atau menangani kondisi stress peserta didik, sekolah sebagai institusi pendidikan mempunyai peran yang sangat penting. Berikut ini akan dikemukakan beberapa upaya yang dapatdilakukan guru dalam mengatasi stress yang dialami peserta didik:
1.Menciptakan iklimsekolah yang kondusif Sejumlah pemikir dan praktisi dunia pendidikan
kontemporer (seperti,hanuhek,1995,Bobbi de porter,2001,Hoy dan
miskel,2001,sockney,2004 )menyarankan kepada pihak sekolah agar mampu menciptakan
iklim sekolah sehat dan menyenangkan, yang memungkinkan siswa dapat menjalin interaksi
social secara memadai di lingkungan sekolah. Iklim sekolah yang sehat, disamping
dibutuhkan untuk membangkitkan motivasi belajar siswa, juga diperlukan untuk mengantisipasi
timbulnya perasaan tidak nyaman dan stress dalam diri siswa, yang pada giliranya
akan mempengaruhi prestasi belajar mereka.
2.Melaksanakan program pelatihan penanggulangan stress
Kondisi stress yang dialami peserta didik disekolah dapat diatasi oleh guru dengan melaksanakan program pelatihan inokulasi stress. Inokulasi stress merupakan salah satu strategi atau tekhnik kognitif-perilaku dalam program-program terapi konseling. Dengan pemberian inokulasi stress, memungkinkan peserta didik untuk menghadapi situasi-situasi yang stress full disekolah dengan cara-cara penanganan yang lebihrasional. Disamping itu, melalui training inokulasi stress, peserta didik juga dapat meningkatkan ketrampilan-ketrampilan penyesuaian psikososial, hingga lebih mampu menjalin hubungan interpersonal secara memuaskan.
Kondisi stress yang dialami peserta didik disekolah dapat diatasi oleh guru dengan melaksanakan program pelatihan inokulasi stress. Inokulasi stress merupakan salah satu strategi atau tekhnik kognitif-perilaku dalam program-program terapi konseling. Dengan pemberian inokulasi stress, memungkinkan peserta didik untuk menghadapi situasi-situasi yang stress full disekolah dengan cara-cara penanganan yang lebihrasional. Disamping itu, melalui training inokulasi stress, peserta didik juga dapat meningkatkan ketrampilan-ketrampilan penyesuaian psikososial, hingga lebih mampu menjalin hubungan interpersonal secara memuaskan.
3.Mengembangkan resiliensi peserta didik Resiliensi merupakan
kemampuan atau kapasitas insani yang dimiliki peserta didik yang memungkinkanya
untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan dan bahkan menghilangkan dampak-dampak
yang merugikan dari kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan atau bahkan mengubah
kondisi kehidupan yang menyengsarakan menjadi suatuhal yang wajar untuk diatasi.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar